Sertifikasi halal merupakan wujud dari kerelaan pelaku usaha untuk memberi kepastian halal terhadap produk yang di produksinya. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) resmi dibentuk oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin, pada 11 Oktober 2017. Pembentukan BPJPH didasarkan pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Proses pembentukan undang-undang ini cukup lama, dimulai sejak 2006 dan baru diundangkan pada 2014.
Alasan pemerintah terlibat dalam jaminan produk halal adalah untuk memastikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian bagi masyarakat dalam menggunakan produk halal. Ini juga diharapkan dapat meningkatkan daya saing pelaku usaha dalam memproduksi produk halal yang berkontribusi pada perekonomian nasional.
Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah pemerintah mengambil alih sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI)? Kehadiran BPJPH justru memperkuat sertifikasi halal yang sebelumnya dikelola oleh MUI, dengan mengubah statusnya dari sukarela menjadi wajib. Hal ini sesuai dengan undang-undang demi kepentingan nasional.
Ruang Lingkup Sertifikasi Halal
- Permohonan, submit dokumen melalui SIHALAL , Pelaku usaha menunjuk penyelia halal tersertifikat sebelum mengajukan permohonan sertifikasi halal. Penyelia halal akan membuat manual SJPH, dan melakukan submit dokumen pendukung serta memilih LPH yang ditunjuk secara online di sistem BPJPH. Permohonan dan dokumen yang disubmit lalu akan diverifikasi oleh BPJPH.
- Pembayaran Biaya yang diperlukan untuk Sertifikasi Halal
Setelah dokumen dinyatakan lengkap oleh BPJPH, kemudian BPJPH menerbitkan invoice berdasarkan pengisian dan persetujuan biaya LPH dan pembayaran uji biaya LPH yang diperlukan untuk pelaksanaan audit. - Pemeriksaan dan/atau Pengujian Kehalalan Produk, LPH didampingi penyelia halal melakukan pemeriksaan/audit untuk memastikan kecukupan dan kelengkapan dokumen, kemudian memastikan kesesuaian dokumen dengan penerapan di lapangan melalui site visit. Apabila diperlukan pemeriksaan lebih lanjut, maka dilakukan pengujian.
- Perbaikan dan Pelaporan, Penyelia halal dan Pelaku usaha melakukan perbaikan terhadap ketidaksesuaian yang ditemukan selama audit (jika ada) dan menyerahkan bukti tindakan perbaikan untuk diverifikasi lebih lanjut sampai dinyatakan memenuhi kriteria Sistem Jaminan Produk Halal. Setelah itu, LPH menyusun laporan hasil pemeriksaan/audit kehalalan produk guna dilakukan sidang fatwa bersama komite fatwa.
- Penetapan Kehalalan oleh Komisi Fatwa MUI/Komite Fatwa Halal, menetapkan status kehalalan produk berdasarkan hasil pemeriksaan atau audit yang dilakukan oleh LPH, kemudian menerbitkan Ketetapan Halal (KH). Namun, proses sertifikasi halal belum selesai pada tahap ini dan Ketetapan Halal bukanlah Sertifikat Halal.
- Penerbitan Sertifikat Halal oleh BPJPH, BPJPH mengeluarkan Sertifikat Halal dalam bentuk e-sertifikat, yang didasarkan pada Ketetapan Halal dari Komisi Fatwa MUI/Komite Fatwa Halal, dan langsung menyerahkannya kepada pelaku usaha melalui aplikasi dan dapat di download oleh pelaku usaha.
Mengapa pemerintah mengelola jaminan produk halal? Secara regulasi, tujuannya adalah untuk memastikan kenyamanan, keamanan, keselamatan, dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam penggunaan dan konsumsi produk. Selain itu, hal ini juga bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha dalam memproduksi dan menjual produk halal. Jaminan produk halal ini berkaitan dengan kepentingan publik secara luas dan berpengaruh pada perekonomian nasional.
Kehadiran BPJPH justru memperkuat sistem sertifikasi halal yang selama puluhan tahun telah dikelola oleh MUI. Sertifikasi halal yang sebelumnya bersifat sukarela kini ditingkatkan menjadi wajib, sesuai dengan undang-undang demi kesejahteraan seluruh masyarakat.
Dengan BPJPH sebagai unit struktural setingkat Eselon I di bawah Kementerian Agama, diharapkan akan terjadi perubahan besar, terutama dalam pengembangan industri halal di Indonesia, seperti yang diungkapkan Menteri Agama dalam pidato peresmian BPJPH.
Penting bagi bangsa ini untuk memiliki ingatan institusional bahwa Sertifikasi Halal di Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan penuh tantangan, karena tidak semua elemen masyarakat